IPHPS DAN KULIN KK: Perhutanan Sosial di Pulau Jawa
Oleh: Gamin-Widyaiswara Pusdiklat SDM LHK-Fasilitator Pelatihan Pendampingan Perhutanan Sosial Paska Ijin Angkatan IV Gelombang V.
Pelatihan Pendamping Perhutanan Sosial Paska Ijin Angkatan XIV gelombang V yang diselenggarakan Pusat Diklat SDM LHK mulai 9 Juni 2020 telah usai pada Jum’at 12 Juni 2020. Peserta pelatihan pada kelas ini adalah para pendamping, anggota Kelompok Tani Hutan (KTH), Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) maupun Gabungan Kelompok Tani Hutan (GAPOKTANHUT) dari Provinsi Jawa Timur. Sebanyak 24 peserta mengikuti kelas ini hingga selesai. Angkatan IV gelombang Ini adalah salah satu kelas diantara sekian kelas pelatihan yang telah dilaksanakan. Hingga gelombang V ini kurang lebih telah 2500 peserta dilatih dari target 3000 anggota masyarakat pendamping dan pengelola perhutanan sosial yang ditergetkan.
Sebagaimana gelombang-gelombang sebelumnya, pelatihan ini diselenggarakan melalui sistem pembelajaran jarak jauh (e-learning) menggunakan sistem pengelolaan diklat (learning management system-LMS) Pusdiklat Kementerian LHK. Selain di Pusdiklat SDM LHK pelatihan juga dilaksanakan pada tujuh Balai Diklat LHK (BDLHK) yakni BDLHK Pematang Siantar, Pekanbaru, Bogor, Kadipaten, Makassar, Samarinda, dan Kupang. Tanggal 19 Juni 2020 nanti pelatihan Pendampingan Perhutanan Sosial Paska Ijin gelombang VI (terakhir) direncanakan telah selesai dilaksanakan.
Dr. Ir. Suryo Adiwibowo, MS-Penasehat Senior Menteri LHK yang biasa dipanggil Pak Bowo, pada penjelasan program mengatakan skema perhutanan sosial di pulau Jawa adalah Ijin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS). Skema IPHSPS adalah satu bagian dari lima skema perhutanan sosial yang dicanangkan Indonesia sejak 2016 yakni Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Kemitraan, Hutan Adat, dan IPHPS. IPHPS yang dipayungi Permen LHK No.39 tahun 2017 khusus mengatur perhutanan sosial di wilayah kerja Perum Perhutani karena kawasan hutan di Pulau Jawa, kecuali provinsi DI Yogyakarta, dikelola oleh Perum Perhutani sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sedangkan payung peraturan menteri sebelumnya atas lime skema yang telah disebut adalah Permen LHK No.83 tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial.
Melalui skema IPHPS, masyarakat dapat melakukan usaha pemanfaatan kawasan hutan negara yang dikelola oleh Perum Perhutani melalui kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu, air, energi air, jasa wisata alam, sarana wisata alam, penyerapan maupun penyimpanan karbon di hutan produksi dan hutan lindung (pasal 5 ayat 1 P.39/2017). Masyarakat dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh ijin IPHPS ini dengan ketentuan yang diatur dalam P.39/2017. Terhadap kerjasama yang telah ada sebelum terbitnya P.39/2017, antara masyarakat dengan Perum Perhutani, tetap dapat dilanjutkan dengan penguatan berupa Pengakuan dan Perlindungan Kemitraan Kehutanan (KulinKK) oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Perkembangan IPHPS dan Kulin KK di Pulau Jawa hingga Maret 2020 tercatat seluas 450 ribu hektar lebih dengan Kulin KK 427 ribuan hektar dan IPHPS sekitar 26 ribu hektar (Gambar capaian perhutanan sosial). Secara nasional hinga 9 Maret 2020 telah terakses lahan kawasan hutan negara untuk perhutaanan sosial sebanyak 4 (empat) juta hektar lebih dengan melibatkan 822.633 kepala keluarga. Capaian ini tertuang dalam 6475 unit SK ijin atau hak pemanfaatan atau hak pengelolaan.
Pak Bowo mengingatkan bahwa program perhutanan sosial yang bertujuan untuk pemerataan ekonomi dan menempatkan masyarakat secara legal mendapatkan manfaat ekonomi dari hutan ada beberapa ketentuan penting yang harus diketahui dan dipatuhi oleh pemegang hak akses. Ada lima ketentuan dalam perhutanan sosial yakni; pertama akses perhutanan sosial bukanlah hak milik. Kedua, dilarang memindah-tangankan alias dilarang diperjualbelikan. Ketiga, dilarang mengubah status dan fungsi hutan serta dilarang menggunakan untuk kepentingan lain di luar rencana usaha pemanfaatan. Keempat, hak atas lahannya ini tidak dapat diagunkan, dan terakhir adalah dilarang menanam jenis kelapa sawit.***
2 Responses
Kami mewakili masarakat kecil/petani pinggir hutan dan minimnya pengetahuan sering kami menjumpai ketidak adilan secara umum. Msih ada oknum yg suka jual beli tanah garapan milik negara. Maka dr it kami berharap ada tim yang bisa turun dan mengecek d lapangan ,karena kami ingin sejatera. Faktanya perjalan paska izin bagus, tp buat kalangan paling bawah sendiri kurang bagus ,maka dr itu penting sekali pemerintah turun untuk mengecek d lapangan untk bersosialisasi kususnya d wilayah banyuwangi desa barurejo. Terima kasih.
Terima kasih responnya Pak Miskannandar… Kita suarakan aspirasi biar sampai kepada pemimpin negeri. Karena tanpa info ini apa yang terjadi tidak sampai pada para petinggi. Semoga tahap2 yang sudah bagus bertular sampai tempat kita di Banyuwangi. Terima kasih Pak.