Kisah Muhammad SAW Bagian 62. Menuju Yatsrib
KISAH RASULULLAH ﷺ
(Bagian 62)
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Menuju Yatsrib
Tiga hari tiga malam lamanya, Rasulullah dan Abu Bakar tinggal di Gua Tsur. Selama tiga hari itu pula, musyrikin Quraisy kelabakan. Abdullah bin Abu Bakar menjalankan tugasnya dengan sangat baik. Setiap hari ia memata-matai pembicaraan orang Quraisy dan menyampaikan ke Gua Tsur ketika petang tiba. Asma binti Abu Bakar setiap sore mengantarkan makanan bersama Abdullah. Sementara itu, Amir bin Fuhairah yang menggembalakan kambing di luar Gua Tsur selalu memerah susu kambing agar Rasulullah dan Abu Bakar tidak kehausan sekaligus memberi tahu jika ada orang yang mendekat. Ketiga orang itu menjalankan tugasnya dengan tenang sehingga tidak satu pun orang Quraisy yang mencurigai gerak-gerik mereka.
Setelah tiga hari, kepanikan di kota Mekah sudah agak mereda. Saat itu lah Rasulullah dan Abu Bakar berangkat ke Madinah. Mereka diiringi Abdullah bin Uraiqith, seorang penunjuk jalan yang saat itu masih kafir. Ketika akan berangkat, ternyata tidak ada tali yang dapat digunakan untuk menggantungkan makanan dan minuman di pelana unta. Asma memecahkan masalah itu. Dengan sigap ia merobek sabuknya menjadi dua helai kain panjang. Sejak saat itu, Asma dikenal dengan Dzatun Nithaqain (yang bersabuk dua).
Dengan cerdik Rasulullah memilih jalan yang sulit dan tidak bisa dilalui orang. Beliau memilih jalan memutar ke tepi laut. Mereka berusaha secepatnya menjauhi Mekah dan menghindari daerah pemukiman.
Di Mekah orang ribut mendengar sebuah pengumuman yang sangat menarik,
“Siapa pun yang dapat menemukan Muhammad dan membawanya sampai ke Mekah, akan mendapat hadiah 100 ekor unta.”
Dengan cepat, berita itu menyebar sampai ke dusun-dusun yang jauh. Suraqah bin Malik, kepala kabilah Bani Mudlij, turut mendengar berita itu.
Suatu saat, ia didatangi seorang anggota kabilahnya yang datang tergopoh-gopoh.
“Tuan, tadi saya melihat dari jauh ada beberapa unta lewat di tepi pantai. Mungkin itulah Muhammad!”
“Bukan, itu orang lain!” kata Suraqah.
Namun, setelah berkata begitu, Suraqah cepat cepat pulang dan mengambil senjata lengkap. Ia pacu kudanya ke arah yang ditunjukkan orang tadi.
Ternyata yang di buru Suraqah memang benar rombongan Rasulullah.
Suraqah bin Malik
Dengan cepat, Suraqah telah berada di belakang rombongan Rasulullah. Abu Bakar yang selalu waspada menoleh dan melihat musuh mendekat,
“Ya Rasulullah, ada orang mengejar kita! Kita tentu akan tertangkap!”
Namun, Rasulullah tetap tenang. Tanpa menoleh ke belakang, beliau bersabda,
“Tenanglah sahabatku, jangan bersusah hati. Sesungguhnya Allah bersama kita.”
Kemudian, Rasulullah berdoa, “Ya Allah, cukupkanlah kami akan dia (Suraqah) sekehendak Engkau.”
Saat itu juga, kuda Suraqah tergelincir dan penunggangnya terpelanting. Suraqah terdiam sejenak. Ia merasa ada yang tidak beres. Suraqah pun memaksa kudanya bangkit dan mengejar lagi.
Dengan keras kepala, Suraqah memaksa berdiri kudanya yang hampir tidak mampu bangkit. Ia lalu kembali mengejar. Untuk ketiga kalinya, namun Suraqah terjatuh lagi. Saat itu hilanglah niat jahat dalam hatinya. Ia memanggil-manggil Rasulullah.
Beliau pun berhenti dan membiarkan Suraqah mendekat.
“Maafkan saya, beribu-ribu maaf!” kata Suraqah.
“Jangan engkau balas perbuatan saya, wahai Muhammad! Berilah saya sebuah surat jaminan bahwa engkau tidak akan membalas saya saat engkau dan agamamu kelak telah menguasai seluruh jazirah Arab.”
Rasulullah tersenyum dan mengabulkannya.
“Tahukah Anda bahwa orang-orang Quraisy menjanjikan 100 ekor unta bagi siapa pun yang dapat membawa Anda kembali” ucap Suraqah.
Rasulullah kembali tersenyum menyejukkan hati.
Dengan penuh semangat, Suraqah menawarkan bekal dan peralatan untuk perjalanan jauh. Namun, Rasulullah menolaknya dengan halus. Beliau hanya berpesan agar Suraqah merahasiakan pertemuan ini.
Sebelum kembali berangkat, Rasulullah bersabda,
“Ya Suraqah, suatu saat kelak engkau akan berpakaian dan memakai perhiasan, gelang, serta emas yang biasa di pakai raja-raja Persia.”
Dengan hati dipenuhi rasa bahagia, Suraqah memandang wajah Rasulullah yang pergi menjauh.
Memerah Susu
Tidak lama kemudian, rombongan Rasulullah melewati kemah seorang ibu yang bernama Ummu Ma’bad. Mereka pun berhenti untuk membeli kurma, daging, dan susu. Tempat seperti itu memang biasa menyediakan perbekalan untuk para musyafir yang lewat. Namun sayang, apa yang mereka inginkan ternyata sudah habis. Ummu Ma’bad yang baik hati merasa iba.
“Demi Allah, seandainya ada sesuatu yang Tuan-Tuan butuhkan, silahkan mengambilnya,Tuan-Tuan tidak perlu membayar.”
Rasulullah melihat kambing kurus dan bertanya,
“Bagaimana keadaan kambing itu, Ummu Ma’bad? Apakah ia bisa mengeluarkan susu?”
“Kambing itu adalah kambing yang sakit sakitan Tuan. Ia sama sekali tidak menghasilkan susu.”
“Apakah engkau memperkenankan saya memerah susunya? tanya Rasulullah lagi.
“Silahkan jika memang Tuan mengira ia dapat menghasilkan susu.”
Dengan izin Allah, kambing sakit-sakitan itu menghasilkan susu ketika Rasulullah memerahnya. Susu itu beliau berikan kepada Abu Bakar, lalu Abdullah bin Uraiqith, dan terakhir untuk beliau sendiri. Sesudah itu, beliau memerahkan susu untuk Ummu Ma’bad. Dan, beliau memerahkan segelas lagi untuk suami Ummu Ma’bad.
“Ambillah ini satu gelas buat Abu Ma’bad jika nanti ia datang.”
Setelah itu, Rasulullah dan rombongannya pun meneruskan perjalanan. Sesudah matahari terbenam, datanglah Abu Ma’bad. Melihat segelas susu telah disediakan untuknya, ia keheranan dan bertanya pada istrinya, dari mana segelas susu ini Ummu Ma’bad?”
“Ini dari kambing kita yang sakit-sakitan.”
Kemudian Ummu Ma’bad bercerita panjang lebar. Abu Ma’bad segera keluar dan memerah susu kambing yang kurus itu.
Ternyata sejak saat itu sampai mati kambing kurus itu selalu menghasilkan banyak susu.
Abu Ma’bad berkata kepada istrinya,
“Sungguh, saya bercita-cita apabila kelak saya dapat berjumpa dengan orang yang kau ceritakan itu, saya hendak menjadi pengikut dan sahabatnya.”
(Bersambung)